Sore itu Sofi pergi ke sebuah
gubuk di mana ia biasanya menyendiri, meluapkan segala emosi dan menceritakan
semua keluh kesahnya pada tuhan. Membawa buku catatan kecil berwarna ungu muda,
di tangannya sudah tergenggam pena berwarna biru tua yang sering ia gunakan
untuk untuk tulisannya. Sebenarnya sore itu, dia pergi ke rumah Ratna buat
ngerjain tugas kuliah. Namun, karena Ratna ada janji dengan sang pacar terpaksa
Sofi harus mengalah dan batal buat ngerjain tugas bareng.
Lautan mega merah waktu itu, seperti kurcaci yang sedang
berbaris menyambut kedatangan putri tidur. Menyapu awan dengan bijaksana dan
memancarkan sinar berpadu dengan anggunnya matahari menuju singgasana. Sofi
terus menatap ke arah bunga yang sedang dihinggapi kupu-kupu berwarna merah
jambu. Tak lama kemudian, dia memulai memanikan penanya.
Bagaimana aku bisa
meyakinkanmu,
Ketika kamu tak bisa membuatku
yakin.
Bagaimana aku bisa mencintaimu,
dengan caramu yang tidak adil.
bagaimana aku bisa menyikapimu,
dengan caramu yang meracuni
pola fikirku
Tiba-tiba mata Sofi tak sanggup menahan air mata yang memaksa
untuk keluar. Banyak hal yang belum bisa ia luapkan sore itu. Masalah demi
masalah yang Sofi sebenarnya hadapi, membuat
dada ia sesak karena begitu berat. Tapi ia selalu mencoba untuk tegar,
karena hidup bukanlah untuk mengeluh untuk sebuah masalah sepele yang pasti ada
jalan keluarnya.
Hap... , Sofi meloncat dari
tempatnya ia duduk. Letak gubuk itu terlalu tinggi untuk menyangga tubuh
kecilnya. Sesaat kemudian, langkahnya mengayun menuju jalan yang membawanya pulang. Menyusuri
persawahan, gang kecil yang masih berbau lumpur serta rumput ilalang yang
seolah menari menemani Sofi waktu itu.